Marcel (3) tampak terdiam sambil duduk di ruang tamu. Tangan kanannya memegang sepotong roti isi cokelat yang mengering. Kepalanya sedikit menengadah. Dia tak bisa berbicara dan berjalan dengan normal.
Tepat di sampingnya, ada Soni (16), kakak dari Marcel. Mata Soni tampak sayu. Badannya tampak lesuh karena tengah demam.
Kedua anak itu tinggal dalam rumah bersama Desi, saudara kandung dari orangtua Soni dan Marcel.
Namun, menurut puskesmas setempat, Desi memiliki gangguan jiwa sehingga tak bisa beraktivitas seperti biasa.
Rumah yang ditempati pun tergolong tak layak. Listrik di rumah mati, sementara air tergolong tak laik.
Barang-barang di rumah tampak berantakan. Hanya satu kamar yang ditempati. Itu pun ditempati oleh Desi.
Sementara itu, Soni dan Marcel tidur di ruang tamu dengan kasur yang sudah usang.
"Ibu sudah lama pergi, kalau bapak meninggal," kata Soni di rumahnya, Perumahan Bugel Mas Indah Blok D2 Nomor 15, Tangerang.
Dari cerita Soni, ayahnya meninggal sejak dua tahun lalu karena komplikasi penyakit. Sementara itu, sang ibu memilih untuk pergi meninggalkan dia dan Marcel karena menikah dengan pria lain.
Soni merupakan anak pertama, sedangkan Marcel adalah anak keempat. Sang ibu memilih untuk membawa anak kedua dan ketiga.
Soni tak mengetahui alasan sang ibu meninggalkan dia dan si bungsu. Sang ibu bertemu dengan Soni sekali dalam satu pekan dan memberikan uang Rp 30.000.
"Tiba-tiba (ibu) pergi dan saya enggak tahu kalau ibu sudah menikah," ujar Soni. Alhasil, Soni yang putus sekolah sejak kelas satu SMP itu harus berjibaku menghidupi dia dan sang adik.
Soni bekerja mulai dari membantu pedagang nasi goreng hingga pedagang kopi. Saat membantu pedagang nasi goreng, ia harus bekerja dari sore hingga tempat dagang tutup.
Sebagai imbalan, Soni diberikan upah Rp 10.000 dan satu porsi nasi goreng.
"Nasi goreng itu buat saya dan Marcel makan malam. Saya bangunin dia saat malam untuk (sekadar) makan," kata Soni.
Namun, Soni berhenti dan berpindah kerja membantu warung kopi. Dia bekerja dari pagi hingga larut malam.
Di sana, Soni diberikan upah Rp 10.000 dan dua potong roti untuk makan pagi. Soni bercerita, sehari-hari ia dan si bungsu makan dengan lauk tahu dan tempe.
Mereka makan saat Soni pulang kerja, sementara Desi makan dengan uang sendiri. Soni juga kerap dibantu diberi makan oleh tetangga dan pemerintah.
Namun, kondisi dia tak urung membaik. Kini Soni tak memiliki tujuan selain menghidupi sang adik.
Rasa sayangnya dengan sang adik membuat dia rela banting tulang untuk sekadar memberikan sesuap nasi kepada Marcel.
Sumber : megapolitan.kompas.com